Selamat Datang - DI Blog KATA BINTANG, tempat berproses dan berproduksi serta saling berbagi. Tempat yang nyaman dan saling menguatkan. Tempat para Bintang Memijar.

Tadarus Kata: Moh. Rasul Mauludi

 


Ibadah Rindu Dan Cinta

 

Setahun sekali

Sebulan maha perang

Perang yang sesungguhnya

Antara aku dan kau

 

Cahaya bertaburan

Dari relung hingga ruang dan waktu

Meminta jiwa raga bersimpuh

Luluh lepuh diantara wirid wirid

 

Puasa tak sekedar rasa dan aneka

Pertaruhan diri sebagai hamba

Dari siang dan malamnya

Karena rindu dan cinta pada NYA

 

Puasa adalah ibadah rindu

Rindu segala keagungan

Puasa adalah ibadah cinta

Cinta atas rahman rahim NYA

 

Sumenep 6 Mei 2019

 

 

Imsak Jiwa Raga

 

Samar suara kentongan bernyanyi

Sunyipun pecah diantara barokah

 

Tanda akhir segala menu terdengar

Imsak, memulai memahat iman

 

Lapar dan haus menerobos jam dinding

Raga raga lemah lunglai disiang bolong

Seiring aroma surga yang bernafas

Pada hati dan jiwa, puasa itu kekuatan

 

Imsakkan jiwa ini dari kelelahan dosa

Dosa dosa berhamburan ditepi api

Tak ada sinaran redup bagi yang imsak

Imsak, meniti kerikil dan jembatan noda

 

Imsakkan raga ini dari kemeriahan dosa

Dosa dosa bertaburan disisi nafas

Tak ada cahaya gelap bagi yang imsak

Imsak, melangkah dengan jejak surga

 

Berhentilah dititik imsak

Mulailah ditanda imsak

Demi masa yang bercahaya

 

Sumenep 7 Mei 2019

 

 

 

Mengeja Tarawih Dan Witir

 

Malam malam bercahaya

Berbondong bondong dengan cinta

 

Takbir hingga salam bertautan kalam

Alif alif NYA menyeruak hentakkan dada

 

Pada genap rakaat tarawih

Menggenapkan penghambaan bukan simbol

Meriahkan malam keagungan nan mulia

Memungut pahala dijajaran shaf shafnya

 

Pada ganjil rakaat witir

Akhir tujuan menuju yang maha SATU

Tak berdaya hamba pada kuasa NYA

Ayat ayat itu puja puji sang Surga

 

Dari awal hingga sebulan nanti

Pasrah diri ini tersungkur lebur

Dihamparan sujud sujud

 

Sumenep 08 Mei 2019

 

 

 

Ketika (1)

 

Lirih jiwa pada Shubuh

membelah Alif-Mu aku rengkuh

 

Ketika Shubuh

memvonismu lusuh

keruh

kumuh

dan jenuh

 

Tak ada yang berpaling angkuh

dititik Shubuh

jiwa jiwa tandus berkeluh

 

Menyisirlah rindang nan teduh

pada Shubuh

mengukir setubuh utuh

untuk tidak runtuh

 

 

Ketika (2)

 

Lirih jiwa pada Dhuhur

membelah Alif-Mu aku tersungkur

 

Ketika Dhuhur

mengecammu hancur

luntur

gugur

dan kufur

 

Tak ada yang bisa kabur

diterik Dhuhur

hati nurani baur terbujur

 

Bakarlah panas tanpa lulur

pada Dhuhur

melangkah desah nan teratur

untuk tidak tercebur

 

 

Ketika (3)

 

Lirih jiwa pada Ashar

membelah Alif-Mu aku terkapar

 

Ketika Ashar

mengutukmu lapar

hambar

liar

dan pudar

 

Tak ada yang bisa menakar

diseparuh senja Ashar

tangan tangan kasar menyambar

 

Sumpahlah demi masa nan kelar

pada Ashar

belajar ujar tanpa kelakar

untuk tidak terdampar

 

Ketika (4)

 

Lirih jiwa pada Maghrib

membelah Alif-Mu aku tak karib

 

Ketika Maghrib

menghujatmu aib

raib

kidzib

dan gaib

 

Tak ada yang mampu menyalib

dipetang Maghrib

syaraf syaraf hizib ala tabib

 

Tundukkanlah Surga bukan ajaib

pada Maghrib

merangkai wirid wirid habib

untuk tidak salah nasib

 

 

Ketika (5)

 

Lirih jiwa pada Isya

membelah Alif-Mu aku meronta

 

Ketika Isya

menamparmu luka

lara

duka

dan durjana

 

Tak ada yang sungguh menggelora

digelap pekat Isya

raga raga merayap papa

 

Bangkitlah sepertiga yang nyata

pada Isya

sujud rebah sebungkuk hina

untuk tidak terpedaya

 

Sumenep, 09 Mei 2019

 

 

Menembus Per Sepuluhnya

 

Awali kegembiraan dari rahmat-NYA

pada sepuluh hari pertama yang riang

seriang nafas nafas merindu bulan

ayat ayat mengeja firman segala firman

puja puji bukanlah sekedar harapan

karena rahmat itu sebenarnya penghambaan

 

Pahatlah istighfar dalam ampunan-NYA

pada sepuluh hari kedua taubatan nasuha

noda noda yang mengering, basuhlah hapuslah

dosa dosa gairah tak perlu mendarah darah

maaf-NYA seluas hamparan nafas manusia

pada janji-NYA malulah tuk mengingkarinya

 

Pertarungan yang dimenangkan oleh iman

adalah mutiara di sepuluh hari ketiga

bersihlah sebersih putih yang kemilau

kembalikan pada suci sesuci Surga-NYA

melewati perjuangan jiwa raga puasa

kemenangan nyata bukan mimpi tiada makna

 

Rahmat-NYA

Ampunan-NYA

Kemenangan-NYA

Menyeruak kemuliaan satu bulan

menembusnya adalah yang niscaya

karena manusia sebatas makhluk-NYA

 

Sumenep 10 Mei 2019

 

 

Mengunci Surga

 

Ketika lika liku liku liku jejak jejak

Kerikil lubang naik turun berkelok manja dan tawa

Sedih duka luka dan semacamnyapun berbaur

Kita lalui kita telanjangi hingga rupa rupa meski tak faham masa

Karena tiada senyum yang tak menepi di bibir rekah

Hidup ini indah dalam nyanyian selangkah kita yang berkah

 

Tidaklah harus berpaling karena uang barang dan tak seutuh sayang

Kisah kasih itu adalah huruf huruf tak bertanda baca di ketiak rasa

Namun tertata rapi dan lurus sepanjang liuk liuk dunia manusia

Karena tak ada pintu pintu yang tak ada kunci pembukanya

Di surga kita bebas memilih diantaranya yang menggantung

Untuk membukanya tak semudah menerobos hujan panas

Dan tak sesusah membasuh air mata lorong waktu

 

Aku kunci kau dengan kasih sayang seutuh janji janji keindahan

Aku kunci kau dengan nafas nafas sekuat urat urat dan darah

Biar terkadang kunci kunci itu lenyap di genggam sesaat

Biar tak henti meraba mencari mengejar ke ujung waktu

 

Menguncimu dengan kunci surga hidup bermakna firmanNYA

Menguncimu dengan kunci surga dunia berartinya kita berdua

Cinta di dinding keabadian itu adalah senyatanya kita

Aku menguncimu dengan kunci surga

 

Sumenep 11 Mei 2019

Huruf  Huruf Suci

 

 

Baris baris alif berjejer di altar sejadah sejadah cahaya

ketika jiwa jiwa luluh lantah terkapar ditekuk setan iblis

maka nun nun itu panas membara hanguskan pahala

pada jim dengan lirih ingin hirup air dan udaranya

 

Dilengkung sukun membungkuk tak berkekuatan

diatas tasydid iman naik turun bergelombang

diwaqaf waqaf lazim diri banyak tak lazim

diawal akhir ayat dan surat terbata bata mengeja juz

 

Tasbih tasbih berputar sekeras kerasnya

memecah telinga mencabik cabik dada tak berdaya

nun nun pun terus menerus memancing mencincang

maka huruf huruf sucilah, bersihkan tutur pitutur yang hancur

 

Dari alif hingga tuntas berhijaiyah tak terjemahkan amal amal

dari surat ke surat lainnya dari juz ke juz lainnya nihil dan mustahil

ini tak mungkin, tapi ini realitas sebuah penghambaan yang lucu aneh

huruf huruf suci tak mensucikan diri hingga mati menanti

Pada mulianya ramadhan ini menata hati berkaca diri

bertadaruslah diantara munajat dan nyanyian doa doa

dihuruf huruf suci tak kan mengingkari janji segala janji

karena Tuhan tidak butuh apapun dari kebutuhan manusia

 

 

 

Pada huruf huruf suci kembali mengaji menkaji menguji

bahwa dari alif hingga ya' adalah makna makna hidup

dan tak kan ada doa doa suci terbengkalai sia sia

di istanaNYA doa doa manusia bersahaja ijabah, pasti

 

Sumenep, 12 Mei 2019

 

 

Umurnya Shaf

 

Sesucilah di sumur sumur

Hidangkan di dapur dapur

Senyumlah di kasur kasur

Menariklah di lulur lulur

 

Ketika lelap tak beretika

Mimpi mimpi cahaya sirna

Ketika tidur bukan syukur

Mutiara mutiara pun gugur

 

Diatas, hanyalah kisah dan cerita

Hidup antara umur dan tidur takabbur

Semua berlari tertatih tatih raih umur

Kemudian lupa pada tidur sejenak dan tidur panjang

 

Tak sulit membedakan sebuah logika

Ketika shaf shaf yang berbondong bondong

Dari berhimpitan berdesakan beriuh gaduh

Kini maju semakin maju hingga satu barisan

 

Terhancurkan oleh pernak pernik perburuan nafsu

Dari lesehan kaki lima dan ramainya swalayan

Letusan letusan asap asap hingar bingar

Lena, yach melenakan iman iman terkikis habis

 

Ramadhan persimpangan lalu perayaan hura hura

Adalah ramadhannya kita sekalian manusia

Dan aku terlena yang menepi bingung linglung

Dimana aku, dibarisan shaf shaf itu....!!!

 

"Rapikan shafnya, rapatkan shafnya" ujar sang imam

Yang istiqamah menuntaskan malam malam

Kita makmum, tidak istiqamah tidak rapi tidak rapat

Malah lalai terbengkalai terkulai nafsu nafsu

 

Sumenep, 13 Mei 2019

 

 

Tanda Baca Hidup

 

Dilengkung sukun tersusun kematian

huruf huruf harus tunduk diujaran tajwid

selayaknya manusia tak layak bebas tanpa batas

karena sukun sukun itu tata cara bertanda baca

dan tata cara nafaspun demikian membacanya

 

Diliukan tasydid terbaca penyatuan

seperti huruf huruf itu bersatu sama lain

bukan semedi atau tapa tapa memilih diam

antara aku dan AKU tak harus terpisahkan

manusia butuh tasydid pada tasydidnya nama Tuhan

 

Ditanwin tanwin ada dengung ada langsung

diwaqaf waqaf banyak penghentian jeda

disemua tanda baca harus mengeja dan mengeja

menerobosnya adalah kesalahan yang fatal

sefatal hidup yang tak beretika gugurlah makna

 

Iqro'ku iqro' kita iqro' manusia terbata bata

melemah dan melenceng diantara tanda baca

 

Hari hari manusia di hari hari Tuhan

adalah sebab akibat tak terbantahkan

jangan hari hari Tuhan meluluhlantahkan

di setiap hari hari kita sekalian manusia

hanya karena salah pada tiap tanda baca

 

Sumenep, 14 Mei 2019

 

 

 

Memburu Lima Waktu

 

Seperti kubersetubuh pada shubuh

Seperti kutersungkur pada dhuhur

Seperti kuterkapar pada ashar

Seperti kuraib pada maghrib

Seperti kuhina pada isya

 

Seperti itulah aku harus kalah

bukan mengalah diketiak desah

lima waktuku tak bernilai apalagi dinilai

cukuplah pasrah karena tak cukup menyembah

ditembok ruang dan lorong waktu yang gelisah

 

Pada jam dinding nafas nafas menggelinding

takbir takbir itu salam salam itu tergilas senja

ini bukan urusan jida jidat berwarna warni

ini pun bukan urusan busana memanja ria

ini tentang teladan kebaikan yang karimah

 

Setubuhku dengan shubuh

Pelukanku dengan dhuhur

Dekap mesraku dengan ashar

Kecup keningku dengan maghrib

Desah riaku dengan isya

 

 

 

Itu yang kumimpi kuharap kudamba kucita

Sepanjang masa sisa sisa usia cinta dan rasa

Tak kuingin sebaliknya yang berbunga neraka

Kuburu lima waktu itu dengan caraku sendiri

 

Sumenep, 15 Mei 2019

 


 

Lenyapnya Manusiawi

 

Menatap cermin realitas miris menggilas

Nafas nafas naas semudah merobek kertas

Ada apa dengan nurani mati tanpa batas

Makhluk manusia membuta rimba yang ganas

 

Tajam tajam senjata tajam menghunjam kelam

Marah marah dendam kesumat kilat menikam

Motif motif dan cara cara pekat menghitam

Anak manusia berjalan dilorong yang lebam

 

Dimana itu sekolah yang mengajari berbenah

Dimana itu pesantren yang mengurai ibadah

Dimana itu keluarga yang mendidik tingkah

Dimana itu lingkungan yang bicara indah

 

Bejibun banyaknya buku tulisan petuah dan nasehat

Berseliweran ceramah hingga teriakan tangis jemaat

Corong corong berseru tabah sabar sangat padat

Digital digital "tolong sebarkan" tak bermanfaat

 

Panutan panutan tak lagi berbuah teladan

Guru guru bukan lagi ilmu pengalaman

Orang tua tak bernilai sebuah perjuangan

Bangsa bangsa terkunci dinalar paparan

 

Berdarah darah nyanyian kental mutilasi

Busuk membusuk raga terisolasi mati

Satu dua tiga maut mengerang tanpa hati

Bertubi tubi dunia menggali kubur sendiri

 

Akupun disini tak berdaya dititik linglung lunglai

Apakah ini fenomena musibah terus terkulai, entah

Disudut lenyapnya manusiawi selalu menepi lalai

Manusia bukan lagi makhluk manusiawi cinta damai

 

Sumenep, 16 Mei 2019

 

 

Lima Waktu Bercinta

 

Shubuh bercinta dengan utuh

Cinta terus coba mengayuh

Rindu yang menyisir berlabuh

Membaca alif-alif yang kian runtuh

Dalam pagiku yang keruh

Muntahkan dzikir dengan rengkuh

Tuhan...belas kasihmu yang aku butuh

 

Dhuhur bercinta dengan teratur

Cinta dan dosa berbaur

Bercampur seperti wajah lumpur

Bening lenyap tak terukur

Sibuk mengeja otak kufur

Dalam tadabur aku hancur lebur

Tuhan...ampuni aku yang lupa bersyukur

 

Ashar bercinta dengan lancar

Wajah yang hingar bingar

Berlayar dalam terik menampar

Entah dermaga mana terdampar

Hitam noda terus menjalar

Dari rimbun gelap semak belukar

Kota kota dan alam bebas, diri terkapar

Tuhan...aku tidak sabar untuk sadar

PadaMu ingin kubayar dengan istighfar

 

Maghrib bercinta dengan tertib

Dalam nasib yang penuh aib

Terkulai mata diri terpancung salib

Nyeri dosa mengiris mantra tabib

Dzikir dan wirid wirid sirna raib

Tuhan...amalku tidak pernah habaib

Ampuni untuk kuperbaiki nasib

 

Isya bercinta dengan cahaya

Melihat dunia yang hanya fana

Lebih aneh sering penuh tanda tanya

Anak manusia berupa segala macam warna

Menabur noda dosa dimana-mana

Akupun dibuai terlena lalai lupa

Tuhan...aku yang durjana meminta Surga

Untuk akhiratku diakhir usia

 

Sumenep, 17 Mei 2019

 

 

 

Bila

 

Bila Shubuh utuh

Pagi tumbuh

Hati teduh

Keluarga tidak keruh

Suasana tidak riuh

Pribadi tidak angkuh

Tidak kenal selingkuh

Maka damai berlabuh

Seiring Shubuh yang utuh

 

Bila Dhuhur teratur

Diri jujur

Hati tidak kufur

Rasa selalu syukur

Keluarga akur

Amal tidak 'udzur

Maka pribadi makmur dan tafakur

Hiasi hidup yang subur

Teratur dengan dhuhur

 

Bila Ashar kelar

Jiwa sabar

Raga tegar

Tiada kasar

Keluarga tidak tengkar

Senyum menyebar

Religius mengakar

Maka rizqi lancar

Sekelar Ashar

 

Bila Maghrib tertib

Wirid jadi karib

Ngaji jadi wajib

Keluarga penuh dengan habaib

Jauh dari aib

Maka rahmad dan syafaat tidak raib

Selalu ada setertib Maghrib

 

Bila Isya terbiasa

Doa air mata

Malam bercahaya

Gelap tidak terasa

Tahajud malam buta

Tidak tidur saja

Maka keluarga sejahtera

Karena Isya terbiasa

 

Sumenep, 18 Mei 2019

 

 

Memungut Hikmah

 

Serombongan ikan ikan meliuk liuk bening

Tak kan punah di jejaring kail kail umpan abadi

Tumbuh seribu berjuta juta nafas dihidang menu dan uang

Teruslah bernafas sepanjang batas dari arti ikhlas

 

Satu saja kita racik cermin jejak hati dan kaki dari ikan

Karena cermin cermin lain mungkin masih silau atau rapuh

Ini hikmah memerintah gairah tanpa menyerah lalu patah

Dan memungutnya sebuah niscaya berbuah surga surga

 

Malam malam hingga siang siang bernilai dengan cara menilai

Hitam putih atas bawah suka duka hidup mati itu nada irama

Laki laki wanita wanita surga dan neraka cerita makna

Angin tanah gunung laut langit air bulir bulir cakrawala

 

Ramadhan ini hikmah dari buah buah berkah melimpah

Laksana iman juga hikmah dari buah ladang dan sawah sawah

Beribu ribu berkah dari kahyangan lepas dicahaya kuasa

Aku memungutnya kamu memungutnya kita memungutnya

 

Tak kan ada lagi desah resah dari doa doa dan ikhtiar

Pada Tuhan kita tak perlu berpaling menjauh dari hikmah

Sumenep, 19 Mei 2019

 

 

Nuzul Diseparuh Jiwa

 

Separuh dari paruhan malam malam

Meraba raba secercah seribu bulan

Entah dimana malam qodar itu

Dari separuh jiwa mendambanya

 

Kutahu, nuzul nuzul dari ayat ayat

Melewati pertengahan jalan malam

Masih tak mampu iqro'kan jiwa ini

Angkuh keruh lepuh dalam noda

 

Tak bisa terbaca lagi tulisan suci

Gumpal darah melemah seperti hampa

Separuh jiwa yang terlewati tiada makna

Kuharap pada separuhnya lagi nanti

 

Meski bunga menguncup layu

Dinding dinding retak rapuh

Purnama menuzul malam malam qodar

Pasrah separuh jiwa bersimpuh luluh

 

Tuhan, teramat sangat pinta munajat

Untuk ridha disemua kehendak-Mu

Pada ampunan ramadhan ini

Sepanjang nafasku terjaga oleh-Mu

 

Sumenep, 20 Mei 2019

 

 

 

 

Dermaga Hati

 

Malam ini

Lorong lorong mengurai sinar sinar

Menghampar takjil aneka warna warni

Aku menerobos bising dan letupan api api

 

Sepanjang jalan meliuk liuk girang

Berarti malam ini aku bernyanyi tentang arti

Tak ada gelap menakut nakuti kecuali mimpi buruk

Tadabbur malam itu menguap rasa dan pahala

 

Ku tiba di dermaga

Kapal menepi tak asing lagi dengan kisah cerita

Laut malam hening diriak riak kecil bergoyang

Dijangkarnya akan melepasku berlabuh pada hati

 

Dermaga membisu tak menawariku kopi dan susu

Biarlah dahagaku tak butuh air tapi rindu merindu

Maka kutulis ini adalah nyanyian hati sang pencari

Melukis malam pada kertas hitam bersejarah

 

Kunanti teriakan sahur hingga lepas jangkar

Dermaga hati merindui buih nun jauh disana

Biarkan imaji berlayar menulis samudera

Cinta itu harus bergelombang dengan makna

 

Sumenep, 21 Mei 2019

 

 

 

Gelombang Ramadhan

 

Jaring dan pancing melempar sauhnya

Samudera tersenyum melipat riak riak

Laut ini hamparan hidup kail kail nafas

Berlayar dengan doa doa dan harapan

 

Ramadhan di lautan lepas menuju batas

Duduk manis dibawah sekoci bersama kopi

Disinilah menanti huruf huruf menari

Menyusun kisah tentang kemahaanNYA

 

Selat selat pulau pulau dermaga dermaga

Berapa knot menerjang angin dan gelombang

Ombak itu memainkan peran dalam mual

Ramadhanku tak goyah untuk kemuliyaan

 

Tuhan, dibentang samudera ini mengeja alif

Sadar iman dimanja ombang ambing gelombang

Pada langit dan bumi MU ingin menulis Surga

Pada gelombang ini tak ingin iman goyang

 

Sumenep, 22 Mei 2019

 

 

 

Puisikan Puasa

 

Puasa puisi puasa puisi, puisi puasa

Lapar dan haus jelmaan rasa puasa

Indah beraneka cinta itu bait bait puisi

Puasa puisi puasa puisi, puisi puasa

 

Puasakan puisi dari narasi ambisi benci

Meski puisi harus sedih lalu terhimpit

Tumpah ruah hitam putih langit dan bumi

Puasakan puisi dari kebuntuan imajinasi

 

Puisikan puasa pada lontar lontar jiwa

Pada lembar lembar nurani menyuci diri

Sepuluh sepuluh sepuluh berpuluh lipat

Puisikan puasa dari kehinaan hamba

 

Puasa itu puisi hidup manusia

Dengan puisi aku bisa bermimpi

Mimpi mendekap mulia ramadhan

Tak ada sia sia pemimpi ilahirabbi

 

Sumenep, 23 Mei 2019

 

 

Sepanjang Dzikir Musafir

 

Rutinitas salam mengurut tasbih tasbih

Antara sholih dan dalih saling silih

Seperti mantra mantra menyembul pesugihan

Menebar harap selayaknya mengancam

 

Sang musafir sigap bersila membaca arah

Perjalanan itu menerjang lika liku medan

Terbirit birit ia memikul sejadah dan sarung

Musafir berlutut dari masjid ke masjid

 

Dzikir apa yang menjadi lafal lafal

Diantara komat kamit seperti pamit

Layaknya sufi mengejar wujud-NYA

Siti Jenar pun hanyut di wihdatul wujud

 

Dzikir musafir dzikir sepanjang masa

Terbata bata mengeja alif lam mim NYA

Tak berjeda tanpa batas sejenakpun

Dengan dzikir kuasanya membaca alam

 

Harusnya dzikir kita dzikir musafir

Harusnya dzikir kita dzikir sang sufi

Harusnya sepanjang dzikir kita hanya cinta

Mengingat-NYA takkan hilangkan masa

 

Sumenep, 24 Mei 2019

 

 

Perahu Mengejar Rindu

 

Laut ini laut bercinta

Dari gelombang rindu hingga bersua asa

Nikmat nikmat tak perlu didustakan

Karena air adalah semesta iman yang bening

 

Dengan perahu, aku berlayar sayang

Kasih cinta menyemat diujung dayung

Menyelam dalam rindu kerang dan ikan ikan

Kuhimpun dengan hidup kembali pulang

 

Perahu ini adalah mimpi biduk kita yang tersenyum

Arungi samudera diujung tambatan berlabuh

Rindu ini memburu segala kemaha luas-NYA

Yang menyempit dilorong ruang dan waktu kita

 

Retak sekalipun tetaplah mengejar rindu

Apakah Tuhan akan berpaling dari para perindu

Tidak, diputaran wirid wirid menyapa damba

Bahwa perahu itu aku dan kamu meratap ridha-NYA

 

Sumenep, 25 Mei 2019

 

 

Karenamu Muhammad

 

Atas namamu semesta menjuntai dalam cipta

Atas ruhmu, ruh ruh makhluk bernafas hidup

Atas cahayamu tak ada gelap lagi dalam terang

Atas akhlakmu sabar senyum tak berbatas keluh

Atas teladanmu contoh segala kebaikan kebaikan

Atas syafaatmu jaminan kesalamatan umatmu

Atas amal amalmu berlaku hadits hadits shohih

Atas adamu berjuta juta sujud sembah ibadah

Atas sejarahmu jadi sejarah terbaik dunia

Atas umimu cerminan sempurna kuasaNYa

Atas umatmu, akupun ingin diakui olehmu

Dan karenamu Muhammad

Yang bersanding di kalimat tauhid

Sholawatku ikhlas untukmu

Harapku dalam cinta

Akupun raih syafaatmu

Dinafas dunia dan akhirat kelak

 

Sumenep, 26 Mei 2019

 

 

 

Patrol Ramadhan

 

Dag dig dug dor

Sahur sahur... Sahur sahur

 

Suara suara anak jalanan tengah malam

Riang genderang menabuh lelap

Drum kentongan tetabuhan musik

Membahana diantara mimpi mimpi

 

Dag dig dug dor

Sahur sahur... Sahur sahur

 

Bangunkan lena mimpi siapkan diri

Menghampar sajadah tahajud ria

Doa doa malam hapuskan jejak noda

Selayaknya sholat lebih baik dari tidur

 

Dag dig dug dor

Sahur sahur... Sahur sahur

 

Semakin gemuruh mayapada luruh

Semakin riuh kalahkan lolong serigala

Semakin menghentak detak gema takbir

Semakin dekat kefitrian nan mulia

 

Dag dig dug dor

Sahur sahur... Sahur sahur

 

Kebahagiaan patrol ramadhan

Kebahagiaan anak anak gembira ria

Kebahagiaan alam dan manusia

Pada ramadhanNYA puji puja pahala

 

Dag dig dug dor

Sahur sahur... Sahur sahur

 

Sumenep, 27 Mei 2019

 

Tadarus Kata

 

Bismillah

Mengawali dengan memulai

Mengeja huruf demi huruf

Melafal laksana mengaji

Menjelma sepenuh bulan ini

Mengejar bukan menyaingi

 

Tadarus kata

Tersirat tertulis imaji indah

Siang malam memburu tuah

Semburat kata tiada lelah

Cita penulis satu langkah

Inipun disemogakan berkah

 

Tadarus kata

Meski bukan masjid dan mushola

Munculpun tak perlu dengan tapa

Hadirnya hingga diruang waktu hampa

Kalimat kalimat menyusun pustaka

Tadarus ini hanyalah milik kita

 

Tadarus kata

Beriring nyaring tadarus qur'an

Ayat ayat menjulang kesempurnaan

Menembus langit tujuh kemuliaan

Disanalah imaji inspirasi keindahan

Sesama tadarus saling bermesraan

 

 

 

 

Tadarus kata

Dengan niat kita menuliskannya

Bismillahirrahmanirrahim ada ridhaNYA

Sumenep, 28 Mei 2019

 


 

Sabda Seribu Bulan

 

Ada banyak prediksi dan tanda

Adanya hanyalah kehendakNYA

Siapa bersua maka berbunga bunga

Sebuah keberuntungan tiada tara

 

Ada tanda hening benar benar hening

Tak ada gerak gerik daun dan reranting

Sunyi senyap ditemaram kegelapan

Seperti ruang hampa tapi terasa asa

 

Lalu tanda ganjil hitungan angka angka

Tuhan suka ganjil jadi landasan

Satu tiga lima begitu seterusnya

Yang terutama ganjil dua puluh ke atas

 

Betapa dahsyatnya kemuliaan

Malam malam yang tak biasa

Pada ramadhan malam itu menjelma

Satu malam berbuah seribu bulan

 

Seribu bulan malam lailatul qadar

Kemuliaan kebaikan dari ganjaran

Tuhanpun menjamin bagi kehendakNYA

Tak ada sia sia para pecinta pahala

 

Sabda malam seribu bulan, sujudlah

Sesujud takbir, ruku', tuma'ninah, i'tidal

Kemudian duduk diantara dua sujud

Salamlah dengan doa dan harapan

 

Sumenep, 29 Mei 2019

Sesucinya Zakat

 

Noda noda memburu nafas

Sepanjang tahun melepuh jiwa

Disini seperti pemuja berhala alpa

Menepis antara sadar yang melupa sengaja

 

Disini di semesta ramadhan sebuah penganjuran

Mengikis titik hitam melekat pekat

Kembalilah suci penyucian jiwa jiwa

Karena dosa dosa memanja nyata

 

Sekali dalam setahun Tuhan memberi

Sekaligus bermakna kemanusiaan manusiawi

Tunaikanlah zakat disetiap umat tanpa beda

Sesucinya laksana bayi bayi bermalaikat

 

Kembali fitrah kembali suci kembali arti

Kemenangan dari perang tanpa pedang

Sesucinya zakat pembersihan noda noda

Tunaikan sebelum takbir takbir nan fitri

 

Sumenep, 30 Mei 2019

 

 

 

Sujud Di Bulan Sabit

 

Sujudku di bulan sabit

mengarak awan cahaya terhimpit

qunut qunut mendoa sempit

selain subuh setengah terakhir diapit

 

Sujudku di bulan sabit

mungkin terhapus sedikit demi sedikit

dosa yang menajam ala celurit

putih harapan yang terbesit

 

Sujudku di bulan sabit

bukan memaksa jidat hitam kulit

sahaya ini masih terbirit jerit

tak kuasa menahan nyeri sakit

 

Sujudku di bulan sabit

memuja pinta hingga nafas pamit

karena kedustaan ini sudah melilit

tak ingin buruk dalam bungkus mayit

 

Sujudku di bulat sabit

biarlah pertengahan ini jadi bait

tersusun rapi bukti kongkrit

bahwa aku ingin Surga dititian menit

 

Sumenep, 31 Mei 2019

 

 

Apakah Kamu Tidak Berfikir

 

Entah berapa banyak yang tertulis

Tidak sekali Tuhan mengingatkan

Sebagai makhluk berfikir harus hadir

Ayat ayat itu menyuruhku berfikir

 

Apakah kamu tidak berfikir

Demikian itu untuk bersadar diri

Nikmat nikmat yang didustakan

Pahala pahala yang terabaikan

 

Apakah kamu tidak berfikir

Dari tanah liat hingga rusuk kiri

Dari darah putih dan air mani

Dari perjuangan dan pengorbanan

 

Apakah kamu tidak berfikir

Semesta menghampar planet kehidupan

Cobaan hidup sebagai penguatan

Kelebihan sisi sisi pembeda sebagai syukur

 

Apakah kamu tidak berfikir

Kisah cerita bukan dongeng fiksi siang malam

Surga Neraka, Nabi Rasul, Luqman dan Al Kahfi

Mekah Madinah hingga Yahudi Nasrani

Apakah kamu tidak berfikir

Malaikat menuruti titahNYA

Setan iblis mengintai kapan saja

Manusia manusia bertaruh pagi ke pagi

 

 

 

Liqoumiyyatafakkaruun...Afalaa tatafakkaruun

Menjadi berakal sehat tentunya

Meraih kebaikan semua teladan

Pengabdi bukanlah pengkhianatan

 

Sumenep, 01 Juni 2019

 

 

 

Ketika Aku Dan Kamu

 

ketika rindu adalah deru debu

ciptalah sungai mengalir bening

karena air itu keringat rasa

 

ketika cinta adalah taman surga

renanglah di kolam SurgaNya

karena Surga singgasana nikmat

 

ketika aku dan kamu

melukis bulan mulia

puasalah seluruh jiwa raga

demi kemenangan hidup

 

ketika rindu cinta

adalah aku dan kamu

nafas berhembus halus

merangkai serat jiwa rasa

 

aku dan kamu

hitam putih nafas nafas

aku dan kamu

semesta rindu cinta

 

satu ketika seketika satu

tak ada lagi ketika

aku dan kamu bahagia nyata

 

Sumenep, 02 Juni 2019

 

 

 

Perang Yang Tak Usai

 

ini bukan sejarah perang

badar, khandaq, uhud dan sebagainya

pedang tombak menghunus

kuda unta memburu musuh

nyawa nyawa berguguran

taktik strategi menjurus

syahidpun menanti gelar maut

 

ini bukan pula pertarungan kuasa

tapi ini adalah hakekat jiwa

menakar iman direlung hati

mengakar amal dilubuk ibadah

 

ini perjuangan anak manusia

menjelajah rukun rukun agama

 

ini adalah penyucian tahunan

pertaruhan sebuah keyakinan

diujung jalan kemenangan hakiki

bukan pengulangan tanpa makna

 

ramadhan mubarok nan agung

peperangan sesungguhnya manusia

langsung ditangan Tuhan tentang nilai nilai

 

diujung hikmah, berkah dan barokah

aku ingin utuhnya sebuah ibadah

 

 

 

 

karena perangku belum usai

kalahkan nafsu nafsu tak terbantah

Tuhan, kuingin selalu bersama ramadhanMU

sepanjang masa nafas nafasku

 

Sumenep, 03 Juni 2019

 

 

 

Kuakhiri Lalu Kumulai

 

Sudah tiba hitungan tiga puluh

berupa rupa wajah perasaan

bergembira diantara perayaan

bersedih ditinggal cinta kasih

 

Berlepas pisah selayak imtihan

berlipat kelipatan surga sebulan

dengan empat sila dari rukunnya

syahadat, shalat, puasa dan zakat

 

Dihari berakhir kita mengakhiri

takbir takbir lantang nan riang

sebagai tanda perpisahan bulan

sebagai kebahagiaan yang tak rela

 

Sebulan ditempa diasah digugah

berlatih lalu istiqamah tarawih

bermunajat diiringi bacaan ayat ayat

apakah sudah menang !? Tuhan yang tahu

 

Kuakhiri lalu kumulai

 

Menapaki sebelas bulan berikutnya

perumpamaan bersih suci ala bayi

mrlangkah menerjang dosa dosa

apakah sebaliknya, pemuja catatan Atit, entahlah

 

Sumenep, 04 Juni 2019

 

0 Comments