Setahun sekali
Sebulan maha perang
Perang yang sesungguhnya
Antara aku dan kau
Cahaya bertaburan
Dari relung hingga ruang dan waktu
Meminta jiwa raga bersimpuh
Luluh lepuh diantara wirid wirid
Puasa tak sekedar rasa dan aneka
Pertaruhan diri sebagai hamba
Dari siang dan malamnya
Karena rindu dan cinta pada NYA
Puasa adalah ibadah rindu
Rindu segala keagungan
Puasa adalah ibadah cinta
Cinta atas rahman rahim NYA
Sumenep 6 Mei 2019
Samar suara kentongan bernyanyi
Sunyipun pecah diantara barokah
Tanda akhir segala menu terdengar
Imsak, memulai memahat iman
Lapar dan haus menerobos jam dinding
Raga raga lemah lunglai disiang bolong
Seiring aroma surga yang bernafas
Pada hati dan jiwa, puasa itu kekuatan
Imsakkan jiwa ini dari kelelahan dosa
Dosa dosa berhamburan ditepi api
Tak ada sinaran redup bagi yang imsak
Imsak, meniti kerikil dan jembatan noda
Imsakkan raga ini dari kemeriahan dosa
Dosa dosa bertaburan disisi nafas
Tak ada cahaya gelap bagi yang imsak
Imsak, melangkah dengan jejak surga
Berhentilah dititik imsak
Mulailah ditanda imsak
Demi masa yang bercahaya
Sumenep 7 Mei 2019
Malam malam bercahaya
Berbondong bondong dengan cinta
Takbir hingga salam bertautan kalam
Alif alif NYA menyeruak hentakkan dada
Pada genap rakaat tarawih
Menggenapkan penghambaan bukan simbol
Meriahkan malam keagungan nan mulia
Memungut pahala dijajaran shaf shafnya
Pada ganjil rakaat witir
Akhir tujuan menuju yang maha SATU
Tak berdaya hamba pada kuasa NYA
Ayat ayat itu puja puji sang Surga
Dari awal hingga sebulan nanti
Pasrah diri ini tersungkur lebur
Dihamparan sujud sujud
Sumenep 08 Mei 2019
Lirih jiwa pada Shubuh
membelah Alif-Mu aku rengkuh
Ketika Shubuh
memvonismu lusuh
keruh
kumuh
dan jenuh
Tak ada yang berpaling angkuh
dititik Shubuh
jiwa jiwa tandus berkeluh
Menyisirlah rindang nan teduh
pada Shubuh
mengukir setubuh utuh
untuk tidak runtuh
Lirih jiwa pada Dhuhur
membelah Alif-Mu aku tersungkur
Ketika Dhuhur
mengecammu hancur
luntur
gugur
dan kufur
Tak ada yang bisa kabur
diterik Dhuhur
hati nurani baur terbujur
Bakarlah panas tanpa lulur
pada Dhuhur
melangkah desah nan teratur
untuk tidak tercebur
Lirih jiwa pada Ashar
membelah Alif-Mu aku terkapar
Ketika Ashar
mengutukmu lapar
hambar
liar
dan pudar
Tak ada yang bisa menakar
diseparuh senja Ashar
tangan tangan kasar menyambar
Sumpahlah demi masa nan kelar
pada Ashar
belajar ujar tanpa kelakar
untuk tidak terdampar
Lirih jiwa pada Maghrib
membelah Alif-Mu aku tak karib
Ketika Maghrib
menghujatmu aib
raib
kidzib
dan gaib
Tak ada yang mampu menyalib
dipetang Maghrib
syaraf syaraf hizib ala tabib
Tundukkanlah Surga bukan ajaib
pada Maghrib
merangkai wirid wirid habib
untuk tidak salah nasib
Lirih jiwa pada Isya
membelah Alif-Mu aku meronta
Ketika Isya
menamparmu luka
lara
duka
dan durjana
Tak ada yang sungguh menggelora
digelap pekat Isya
raga raga merayap papa
Bangkitlah sepertiga yang nyata
pada Isya
sujud rebah sebungkuk hina
untuk tidak terpedaya
Sumenep, 09 Mei 2019
Awali kegembiraan dari rahmat-NYA
pada sepuluh hari pertama yang riang
seriang nafas nafas merindu bulan
ayat ayat mengeja firman segala firman
puja puji bukanlah sekedar harapan
karena rahmat itu sebenarnya penghambaan
Pahatlah istighfar dalam ampunan-NYA
pada sepuluh hari kedua taubatan nasuha
noda noda yang mengering, basuhlah hapuslah
dosa dosa gairah tak perlu mendarah darah
maaf-NYA seluas hamparan nafas manusia
pada janji-NYA malulah tuk mengingkarinya
Pertarungan yang dimenangkan oleh iman
adalah mutiara di sepuluh hari ketiga
bersihlah sebersih putih yang kemilau
kembalikan pada suci sesuci Surga-NYA
melewati perjuangan jiwa raga puasa
kemenangan nyata bukan mimpi tiada makna
Rahmat-NYA
Ampunan-NYA
Kemenangan-NYA
Menyeruak kemuliaan satu bulan
menembusnya adalah yang niscaya
karena manusia sebatas makhluk-NYA
Sumenep 10 Mei 2019
Ketika lika liku liku liku jejak jejak
Kerikil lubang naik turun berkelok manja dan tawa
Sedih duka luka dan semacamnyapun berbaur
Kita lalui kita telanjangi hingga rupa rupa meski tak
faham masa
Karena tiada senyum yang tak menepi di bibir rekah
Hidup ini indah dalam nyanyian selangkah kita yang berkah
Tidaklah harus berpaling karena uang barang dan tak seutuh
sayang
Kisah kasih itu adalah huruf huruf tak bertanda baca di
ketiak rasa
Namun tertata rapi dan lurus sepanjang liuk liuk dunia
manusia
Karena tak ada pintu pintu yang tak ada kunci pembukanya
Di surga kita bebas memilih diantaranya yang menggantung
Untuk membukanya tak semudah menerobos hujan panas
Dan tak sesusah membasuh air mata lorong waktu
Aku kunci kau dengan kasih sayang seutuh janji janji
keindahan
Aku kunci kau dengan nafas nafas sekuat urat urat dan
darah
Biar terkadang kunci kunci itu lenyap di genggam sesaat
Biar tak henti meraba mencari mengejar ke ujung waktu
Menguncimu dengan kunci surga hidup bermakna firmanNYA
Menguncimu dengan kunci surga dunia berartinya kita
berdua
Cinta di dinding keabadian itu adalah senyatanya kita
Aku menguncimu dengan kunci surga
Sumenep 11 Mei 2019
Baris baris alif berjejer di altar sejadah sejadah cahaya
ketika jiwa jiwa luluh lantah terkapar ditekuk setan
iblis
maka nun nun itu panas membara hanguskan pahala
pada jim dengan lirih ingin hirup air dan udaranya
Dilengkung sukun membungkuk tak berkekuatan
diatas tasydid iman naik turun bergelombang
diwaqaf waqaf lazim diri banyak tak lazim
diawal akhir ayat dan surat terbata bata mengeja juz
Tasbih tasbih berputar sekeras kerasnya
memecah telinga mencabik cabik dada tak berdaya
nun nun pun terus menerus memancing mencincang
maka huruf huruf sucilah, bersihkan tutur pitutur yang
hancur
Dari alif hingga tuntas berhijaiyah tak terjemahkan amal
amal
dari surat ke surat lainnya dari juz ke juz lainnya nihil
dan mustahil
ini tak mungkin, tapi ini realitas sebuah penghambaan
yang lucu aneh
huruf huruf suci tak mensucikan diri hingga mati menanti
Pada mulianya ramadhan ini menata hati berkaca diri
bertadaruslah diantara munajat dan nyanyian doa doa
dihuruf huruf suci tak kan mengingkari janji segala janji
karena Tuhan tidak butuh apapun dari kebutuhan manusia
Pada huruf huruf suci kembali mengaji menkaji menguji
bahwa dari alif hingga ya' adalah makna makna hidup
dan tak kan ada doa doa suci terbengkalai sia sia
di istanaNYA doa doa manusia bersahaja ijabah, pasti
Sumenep, 12 Mei 2019
Sesucilah di sumur sumur
Hidangkan di dapur dapur
Senyumlah di kasur kasur
Menariklah di lulur lulur
Ketika lelap tak beretika
Mimpi mimpi cahaya sirna
Ketika tidur bukan syukur
Mutiara mutiara pun gugur
Diatas, hanyalah kisah dan cerita
Hidup antara umur dan tidur takabbur
Semua berlari tertatih tatih raih umur
Kemudian lupa pada tidur sejenak dan tidur panjang
Tak sulit membedakan sebuah logika
Ketika shaf shaf yang berbondong bondong
Dari berhimpitan berdesakan beriuh gaduh
Kini maju semakin maju hingga satu barisan
Terhancurkan oleh pernak pernik perburuan nafsu
Dari lesehan kaki lima dan ramainya swalayan
Letusan letusan asap asap hingar bingar
Lena, yach melenakan iman iman terkikis habis
Ramadhan persimpangan lalu perayaan hura hura
Adalah ramadhannya kita sekalian manusia
Dan aku terlena yang menepi bingung linglung
Dimana aku, dibarisan shaf shaf itu....!!!
"Rapikan shafnya, rapatkan shafnya" ujar sang
imam
Yang istiqamah menuntaskan malam malam
Kita makmum, tidak istiqamah tidak rapi tidak rapat
Malah lalai terbengkalai terkulai nafsu nafsu
Sumenep, 13 Mei 2019
Dilengkung sukun tersusun kematian
huruf huruf harus tunduk diujaran tajwid
selayaknya manusia tak layak bebas tanpa batas
karena sukun sukun itu tata cara bertanda baca
dan tata cara nafaspun demikian membacanya
Diliukan tasydid terbaca penyatuan
seperti huruf huruf itu bersatu sama lain
bukan semedi atau tapa tapa memilih diam
antara aku dan AKU tak harus terpisahkan
manusia butuh tasydid pada tasydidnya nama Tuhan
Ditanwin tanwin ada dengung ada langsung
diwaqaf waqaf banyak penghentian jeda
disemua tanda baca harus mengeja dan mengeja
menerobosnya adalah kesalahan yang fatal
sefatal hidup yang tak beretika gugurlah makna
Iqro'ku iqro' kita iqro' manusia terbata bata
melemah dan melenceng diantara tanda baca
Hari hari manusia di hari hari Tuhan
adalah sebab akibat tak terbantahkan
jangan hari hari Tuhan meluluhlantahkan
di setiap hari hari kita sekalian manusia
hanya karena salah pada tiap tanda baca
Sumenep, 14 Mei 2019
Seperti kubersetubuh pada shubuh
Seperti kutersungkur pada dhuhur
Seperti kuterkapar pada ashar
Seperti kuraib pada maghrib
Seperti kuhina pada isya
Seperti itulah aku harus kalah
bukan mengalah diketiak desah
lima waktuku tak bernilai apalagi dinilai
cukuplah pasrah karena tak cukup menyembah
ditembok ruang dan lorong waktu yang gelisah
Pada jam dinding nafas nafas menggelinding
takbir takbir itu salam salam itu tergilas senja
ini bukan urusan jida jidat berwarna warni
ini pun bukan urusan busana memanja ria
ini tentang teladan kebaikan yang karimah
Setubuhku dengan shubuh
Pelukanku dengan dhuhur
Dekap mesraku dengan ashar
Kecup keningku dengan maghrib
Desah riaku dengan isya
Itu yang kumimpi kuharap kudamba kucita
Sepanjang masa sisa sisa usia cinta dan rasa
Tak kuingin sebaliknya yang berbunga neraka
Kuburu lima waktu itu dengan caraku sendiri
Sumenep, 15 Mei 2019
Lenyapnya Manusiawi
Menatap cermin realitas miris menggilas
Nafas nafas naas semudah merobek kertas
Ada apa dengan nurani mati tanpa batas
Makhluk manusia membuta rimba yang ganas
Tajam tajam senjata tajam menghunjam kelam
Marah marah dendam kesumat kilat menikam
Motif motif dan cara cara pekat menghitam
Anak manusia berjalan dilorong yang lebam
Dimana itu sekolah yang mengajari berbenah
Dimana itu pesantren yang mengurai ibadah
Dimana itu keluarga yang mendidik tingkah
Dimana itu lingkungan yang bicara indah
Bejibun banyaknya buku tulisan petuah dan nasehat
Berseliweran ceramah hingga teriakan tangis jemaat
Corong corong berseru tabah sabar sangat padat
Digital digital "tolong sebarkan" tak
bermanfaat
Panutan panutan tak lagi berbuah teladan
Guru guru bukan lagi ilmu pengalaman
Orang tua tak bernilai sebuah perjuangan
Bangsa bangsa terkunci dinalar paparan
Berdarah darah nyanyian kental mutilasi
Busuk membusuk raga terisolasi mati
Satu dua tiga maut mengerang tanpa hati
Bertubi tubi dunia menggali kubur sendiri
Akupun disini tak berdaya dititik linglung lunglai
Apakah ini fenomena musibah terus terkulai, entah
Disudut lenyapnya manusiawi selalu menepi lalai
Manusia bukan lagi makhluk manusiawi cinta damai
Sumenep, 16 Mei 2019
Shubuh bercinta dengan utuh
Cinta terus coba mengayuh
Rindu yang menyisir berlabuh
Membaca alif-alif yang kian runtuh
Dalam pagiku yang keruh
Muntahkan dzikir dengan rengkuh
Tuhan...belas kasihmu yang aku butuh
Dhuhur bercinta dengan teratur
Cinta dan dosa berbaur
Bercampur seperti wajah lumpur
Bening lenyap tak terukur
Sibuk mengeja otak kufur
Dalam tadabur aku hancur lebur
Tuhan...ampuni aku yang lupa bersyukur
Ashar bercinta dengan lancar
Wajah yang hingar bingar
Berlayar dalam terik menampar
Entah dermaga mana terdampar
Hitam noda terus menjalar
Dari rimbun gelap semak belukar
Kota kota dan alam bebas, diri terkapar
Tuhan...aku tidak sabar untuk sadar
PadaMu ingin kubayar dengan istighfar
Maghrib bercinta dengan tertib
Dalam nasib yang penuh aib
Terkulai mata diri terpancung salib
Nyeri dosa mengiris mantra tabib
Dzikir dan wirid wirid sirna raib
Tuhan...amalku tidak pernah habaib
Ampuni untuk kuperbaiki nasib
Isya bercinta dengan cahaya
Melihat dunia yang hanya fana
Lebih aneh sering penuh tanda tanya
Anak manusia berupa segala macam warna
Menabur noda dosa dimana-mana
Akupun dibuai terlena lalai lupa
Tuhan...aku yang durjana meminta Surga
Untuk akhiratku diakhir usia
Sumenep, 17 Mei 2019
Bila Shubuh utuh
Pagi tumbuh
Hati teduh
Keluarga tidak keruh
Suasana tidak riuh
Pribadi tidak angkuh
Tidak kenal selingkuh
Maka damai berlabuh
Seiring Shubuh yang utuh
Bila Dhuhur teratur
Diri jujur
Hati tidak kufur
Rasa selalu syukur
Keluarga akur
Amal tidak 'udzur
Maka pribadi makmur dan tafakur
Hiasi hidup yang subur
Teratur dengan dhuhur
Bila Ashar kelar
Jiwa sabar
Raga tegar
Tiada kasar
Keluarga tidak tengkar
Senyum menyebar
Religius mengakar
Maka rizqi lancar
Sekelar Ashar
Bila Maghrib tertib
Wirid jadi karib
Ngaji jadi wajib
Keluarga penuh dengan habaib
Jauh dari aib
Maka rahmad dan syafaat tidak raib
Selalu ada setertib Maghrib
Bila Isya terbiasa
Doa air mata
Malam bercahaya
Gelap tidak terasa
Tahajud malam buta
Tidak tidur saja
Maka keluarga sejahtera
Karena Isya terbiasa
Sumenep, 18 Mei 2019
Serombongan ikan ikan meliuk liuk bening
Tak kan punah di jejaring kail kail umpan abadi
Tumbuh seribu berjuta juta nafas dihidang menu dan uang
Teruslah bernafas sepanjang batas dari arti ikhlas
Satu saja kita racik cermin jejak hati dan kaki dari ikan
Karena cermin cermin lain mungkin masih silau atau rapuh
Ini hikmah memerintah gairah tanpa menyerah lalu patah
Dan memungutnya sebuah niscaya berbuah surga surga
Malam malam hingga siang siang bernilai dengan cara
menilai
Hitam putih atas bawah suka duka hidup mati itu nada
irama
Laki laki wanita wanita surga dan neraka cerita makna
Angin tanah gunung laut langit air bulir bulir cakrawala
Ramadhan ini hikmah dari buah buah berkah melimpah
Laksana iman juga hikmah dari buah ladang dan sawah sawah
Beribu ribu berkah dari kahyangan lepas dicahaya kuasa
Aku memungutnya kamu memungutnya kita memungutnya
Tak kan ada lagi desah resah dari doa doa dan ikhtiar
Pada Tuhan kita tak perlu berpaling menjauh dari hikmah
Sumenep, 19 Mei 2019
Separuh dari paruhan malam malam
Meraba raba secercah seribu bulan
Entah dimana malam qodar itu
Dari separuh jiwa mendambanya
Kutahu, nuzul nuzul dari ayat ayat
Melewati pertengahan jalan malam
Masih tak mampu iqro'kan jiwa ini
Angkuh keruh lepuh dalam noda
Tak bisa terbaca lagi tulisan suci
Gumpal darah melemah seperti hampa
Separuh jiwa yang terlewati tiada makna
Kuharap pada separuhnya lagi nanti
Meski bunga menguncup layu
Dinding dinding retak rapuh
Purnama menuzul malam malam qodar
Pasrah separuh jiwa bersimpuh luluh
Tuhan, teramat sangat pinta munajat
Untuk ridha disemua kehendak-Mu
Pada ampunan ramadhan ini
Sepanjang nafasku terjaga oleh-Mu
Sumenep, 20 Mei 2019
Malam ini
Lorong lorong mengurai sinar sinar
Menghampar takjil aneka warna warni
Aku menerobos bising dan letupan api api
Sepanjang jalan meliuk liuk girang
Berarti malam ini aku bernyanyi tentang arti
Tak ada gelap menakut nakuti kecuali mimpi buruk
Tadabbur malam itu menguap rasa dan pahala
Ku tiba di dermaga
Kapal menepi tak asing lagi dengan kisah cerita
Laut malam hening diriak riak kecil bergoyang
Dijangkarnya akan melepasku berlabuh pada hati
Dermaga membisu tak menawariku kopi dan susu
Biarlah dahagaku tak butuh air tapi rindu merindu
Maka kutulis ini adalah nyanyian hati sang pencari
Melukis malam pada kertas hitam bersejarah
Kunanti teriakan sahur hingga lepas jangkar
Dermaga hati merindui buih nun jauh disana
Biarkan imaji berlayar menulis samudera
Cinta itu harus bergelombang dengan makna
Sumenep, 21 Mei 2019
Jaring dan pancing melempar sauhnya
Samudera tersenyum melipat riak riak
Laut ini hamparan hidup kail kail nafas
Berlayar dengan doa doa dan harapan
Ramadhan di lautan lepas menuju batas
Duduk manis dibawah sekoci bersama kopi
Disinilah menanti huruf huruf menari
Menyusun kisah tentang kemahaanNYA
Selat selat pulau pulau dermaga dermaga
Berapa knot menerjang angin dan gelombang
Ombak itu memainkan peran dalam mual
Ramadhanku tak goyah untuk kemuliyaan
Tuhan, dibentang samudera ini mengeja alif
Sadar iman dimanja ombang ambing gelombang
Pada langit dan bumi MU ingin menulis Surga
Pada gelombang ini tak ingin iman goyang
Sumenep, 22 Mei 2019
Puasa puisi puasa puisi, puisi puasa
Lapar dan haus jelmaan rasa puasa
Indah beraneka cinta itu bait bait puisi
Puasa puisi puasa puisi, puisi puasa
Puasakan puisi dari narasi ambisi benci
Meski puisi harus sedih lalu terhimpit
Tumpah ruah hitam putih langit dan bumi
Puasakan puisi dari kebuntuan imajinasi
Puisikan puasa pada lontar lontar jiwa
Pada lembar lembar nurani menyuci diri
Sepuluh sepuluh sepuluh berpuluh lipat
Puisikan puasa dari kehinaan hamba
Puasa itu puisi hidup manusia
Dengan puisi aku bisa bermimpi
Mimpi mendekap mulia ramadhan
Tak ada sia sia pemimpi ilahirabbi
Sumenep, 23 Mei 2019
Rutinitas salam mengurut tasbih tasbih
Antara sholih dan dalih saling silih
Seperti mantra mantra menyembul pesugihan
Menebar harap selayaknya mengancam
Sang musafir sigap bersila membaca arah
Perjalanan itu menerjang lika liku medan
Terbirit birit ia memikul sejadah dan sarung
Musafir berlutut dari masjid ke masjid
Dzikir apa yang menjadi lafal lafal
Diantara komat kamit seperti pamit
Layaknya sufi mengejar wujud-NYA
Siti Jenar pun hanyut di wihdatul wujud
Dzikir musafir dzikir sepanjang masa
Terbata bata mengeja alif lam mim NYA
Tak berjeda tanpa batas sejenakpun
Dengan dzikir kuasanya membaca alam
Harusnya dzikir kita dzikir musafir
Harusnya dzikir kita dzikir sang sufi
Harusnya sepanjang dzikir kita hanya cinta
Mengingat-NYA takkan hilangkan masa
Sumenep, 24 Mei 2019
Laut ini laut bercinta
Dari gelombang rindu hingga bersua asa
Nikmat nikmat tak perlu didustakan
Karena air adalah semesta iman yang bening
Dengan perahu, aku berlayar sayang
Kasih cinta menyemat diujung dayung
Menyelam dalam rindu kerang dan ikan ikan
Kuhimpun dengan hidup kembali pulang
Perahu ini adalah mimpi biduk kita yang tersenyum
Arungi samudera diujung tambatan berlabuh
Rindu ini memburu segala kemaha luas-NYA
Yang menyempit dilorong ruang dan waktu kita
Retak sekalipun tetaplah mengejar rindu
Apakah Tuhan akan berpaling dari para perindu
Tidak, diputaran wirid wirid menyapa damba
Bahwa perahu itu aku dan kamu meratap ridha-NYA
Sumenep, 25 Mei 2019
Atas namamu semesta menjuntai dalam cipta
Atas ruhmu, ruh ruh makhluk bernafas hidup
Atas cahayamu tak ada gelap lagi dalam terang
Atas akhlakmu sabar senyum tak berbatas keluh
Atas teladanmu contoh segala kebaikan kebaikan
Atas syafaatmu jaminan kesalamatan umatmu
Atas amal amalmu berlaku hadits hadits shohih
Atas adamu berjuta juta sujud sembah ibadah
Atas sejarahmu jadi sejarah terbaik dunia
Atas umimu cerminan sempurna kuasaNYa
Atas umatmu, akupun ingin diakui olehmu
Dan karenamu Muhammad
Yang bersanding di kalimat tauhid
Sholawatku ikhlas untukmu
Harapku dalam cinta
Akupun raih syafaatmu
Dinafas dunia dan akhirat kelak
Sumenep, 26 Mei 2019
Dag dig dug dor
Sahur sahur... Sahur sahur
Suara suara anak jalanan tengah malam
Riang genderang menabuh lelap
Drum kentongan tetabuhan musik
Membahana diantara mimpi mimpi
Dag dig dug dor
Sahur sahur... Sahur sahur
Bangunkan lena mimpi siapkan diri
Menghampar sajadah tahajud ria
Doa doa malam hapuskan jejak noda
Selayaknya sholat lebih baik dari tidur
Dag dig dug dor
Sahur sahur... Sahur sahur
Semakin gemuruh mayapada luruh
Semakin riuh kalahkan lolong serigala
Semakin menghentak detak gema takbir
Semakin dekat kefitrian nan mulia
Dag dig dug dor
Sahur sahur... Sahur sahur
Kebahagiaan patrol ramadhan
Kebahagiaan anak anak gembira ria
Kebahagiaan alam dan manusia
Pada ramadhanNYA puji puja pahala
Dag dig dug dor
Sahur sahur... Sahur sahur
Sumenep, 27 Mei 2019
Bismillah
Mengawali dengan memulai
Mengeja huruf demi huruf
Melafal laksana mengaji
Menjelma sepenuh bulan ini
Mengejar bukan menyaingi
Tadarus kata
Tersirat tertulis imaji indah
Siang malam memburu tuah
Semburat kata tiada lelah
Cita penulis satu langkah
Inipun disemogakan berkah
Tadarus kata
Meski bukan masjid dan mushola
Munculpun tak perlu dengan tapa
Hadirnya hingga diruang waktu hampa
Kalimat kalimat menyusun pustaka
Tadarus ini hanyalah milik kita
Tadarus kata
Beriring nyaring tadarus qur'an
Ayat ayat menjulang kesempurnaan
Menembus langit tujuh kemuliaan
Disanalah imaji inspirasi keindahan
Sesama tadarus saling bermesraan
Tadarus kata
Dengan niat kita menuliskannya
Bismillahirrahmanirrahim ada ridhaNYA
Sumenep, 28 Mei 2019
Ada banyak prediksi dan tanda
Adanya hanyalah kehendakNYA
Siapa bersua maka berbunga bunga
Sebuah keberuntungan tiada tara
Ada tanda hening benar benar hening
Tak ada gerak gerik daun dan reranting
Sunyi senyap ditemaram kegelapan
Seperti ruang hampa tapi terasa asa
Lalu tanda ganjil hitungan angka angka
Tuhan suka ganjil jadi landasan
Satu tiga lima begitu seterusnya
Yang terutama ganjil dua puluh ke atas
Betapa dahsyatnya kemuliaan
Malam malam yang tak biasa
Pada ramadhan malam itu menjelma
Satu malam berbuah seribu bulan
Seribu bulan malam lailatul qadar
Kemuliaan kebaikan dari ganjaran
Tuhanpun menjamin bagi kehendakNYA
Tak ada sia sia para pecinta pahala
Sabda malam seribu bulan, sujudlah
Sesujud takbir, ruku', tuma'ninah, i'tidal
Kemudian duduk diantara dua sujud
Salamlah dengan doa dan harapan
Sumenep, 29 Mei 2019
Noda noda memburu nafas
Sepanjang tahun melepuh jiwa
Disini seperti pemuja berhala alpa
Menepis antara sadar yang melupa sengaja
Disini di semesta ramadhan sebuah penganjuran
Mengikis titik hitam melekat pekat
Kembalilah suci penyucian jiwa jiwa
Karena dosa dosa memanja nyata
Sekali dalam setahun Tuhan memberi
Sekaligus bermakna kemanusiaan manusiawi
Tunaikanlah zakat disetiap umat tanpa beda
Sesucinya laksana bayi bayi bermalaikat
Kembali fitrah kembali suci kembali arti
Kemenangan dari perang tanpa pedang
Sesucinya zakat pembersihan noda noda
Tunaikan sebelum takbir takbir nan fitri
Sumenep, 30 Mei 2019
Sujudku di bulan sabit
mengarak awan cahaya terhimpit
qunut qunut mendoa sempit
selain subuh setengah terakhir diapit
Sujudku di bulan sabit
mungkin terhapus sedikit demi sedikit
dosa yang menajam ala celurit
putih harapan yang terbesit
Sujudku di bulan sabit
bukan memaksa jidat hitam kulit
sahaya ini masih terbirit jerit
tak kuasa menahan nyeri sakit
Sujudku di bulan sabit
memuja pinta hingga nafas pamit
karena kedustaan ini sudah melilit
tak ingin buruk dalam bungkus mayit
Sujudku di bulat sabit
biarlah pertengahan ini jadi bait
tersusun rapi bukti kongkrit
bahwa aku ingin Surga dititian menit
Sumenep, 31 Mei 2019
Entah berapa banyak yang tertulis
Tidak sekali Tuhan mengingatkan
Sebagai makhluk berfikir harus hadir
Ayat ayat itu menyuruhku berfikir
Apakah kamu tidak berfikir
Demikian itu untuk bersadar diri
Nikmat nikmat yang didustakan
Pahala pahala yang terabaikan
Apakah kamu tidak berfikir
Dari tanah liat hingga rusuk kiri
Dari darah putih dan air mani
Dari perjuangan dan pengorbanan
Apakah kamu tidak berfikir
Semesta menghampar planet kehidupan
Cobaan hidup sebagai penguatan
Kelebihan sisi sisi pembeda sebagai syukur
Apakah kamu tidak berfikir
Kisah cerita bukan dongeng fiksi siang malam
Surga Neraka, Nabi Rasul, Luqman dan Al Kahfi
Mekah Madinah hingga Yahudi Nasrani
Apakah kamu tidak berfikir
Malaikat menuruti titahNYA
Setan iblis mengintai kapan saja
Manusia manusia bertaruh pagi ke pagi
Liqoumiyyatafakkaruun...Afalaa tatafakkaruun
Menjadi berakal sehat tentunya
Meraih kebaikan semua teladan
Pengabdi bukanlah pengkhianatan
Sumenep, 01 Juni 2019
ketika rindu adalah deru debu
ciptalah sungai mengalir bening
karena air itu keringat rasa
ketika cinta adalah taman surga
renanglah di kolam SurgaNya
karena Surga singgasana nikmat
ketika aku dan kamu
melukis bulan mulia
puasalah seluruh jiwa raga
demi kemenangan hidup
ketika rindu cinta
adalah aku dan kamu
nafas berhembus halus
merangkai serat jiwa rasa
aku dan kamu
hitam putih nafas nafas
aku dan kamu
semesta rindu cinta
satu ketika seketika satu
tak ada lagi ketika
aku dan kamu bahagia nyata
Sumenep, 02 Juni 2019
ini bukan sejarah perang
badar, khandaq, uhud dan sebagainya
pedang tombak menghunus
kuda unta memburu musuh
nyawa nyawa berguguran
taktik strategi menjurus
syahidpun menanti gelar maut
ini bukan pula pertarungan kuasa
tapi ini adalah hakekat jiwa
menakar iman direlung hati
mengakar amal dilubuk ibadah
ini perjuangan anak manusia
menjelajah rukun rukun agama
ini adalah penyucian tahunan
pertaruhan sebuah keyakinan
diujung jalan kemenangan hakiki
bukan pengulangan tanpa makna
ramadhan mubarok nan agung
peperangan sesungguhnya manusia
langsung ditangan Tuhan tentang nilai nilai
diujung hikmah, berkah dan barokah
aku ingin utuhnya sebuah ibadah
karena perangku belum usai
kalahkan nafsu nafsu tak terbantah
Tuhan, kuingin selalu bersama ramadhanMU
sepanjang masa nafas nafasku
Sumenep, 03 Juni 2019
Sudah tiba hitungan tiga puluh
berupa rupa wajah perasaan
bergembira diantara perayaan
bersedih ditinggal cinta kasih
Berlepas pisah selayak imtihan
berlipat kelipatan surga sebulan
dengan empat sila dari rukunnya
syahadat, shalat, puasa dan zakat
Dihari berakhir kita mengakhiri
takbir takbir lantang nan riang
sebagai tanda perpisahan bulan
sebagai kebahagiaan yang tak rela
Sebulan ditempa diasah digugah
berlatih lalu istiqamah tarawih
bermunajat diiringi bacaan ayat ayat
apakah sudah menang !? Tuhan yang tahu
Kuakhiri lalu kumulai
Menapaki sebelas bulan berikutnya
perumpamaan bersih suci ala bayi
mrlangkah menerjang dosa dosa
apakah sebaliknya, pemuja catatan Atit, entahlah
Sumenep, 04 Juni 2019
0 Comments